Pages

Kamis, 19 Juli 2012

WAJAH BERKERUT


Nining terpatut di depan cermin kecil yang sudah sedikit retak. Cermin itu sudah bertahun-tahun terpajang pasrah di dinding kamarnya yang terbuat dari tepas.

“Ning, kamu kok ndak berhenti nangis sih?” kebiasaan lama Nining, ngobrol dengan dirinya di depan cermin sambil menangis. Mungkin karena dia anak semata wayang, tidak ada teman yang bisa diajak untuk mengobrol. Sedangkan ibunya selalu sibuk berjualan di pasar, kalau ayahnya? Kemana lagi kalau tidak berkeliaran diluar tanpa memberi kabar.

Kehidupan Nining yang tidak mulus dan cenderung dikelilingi banyak masalah membuat dia menjadi orang yang gampang mengeluh. Jam dinding berhenti berdetak saja bisa bikin dia bete seharian, apalagi masalah diputuskan pacar tanpa sebab? Bisa membuat Nining ingin jungkir balik seratus kali sambil menangisi nasibnya, setidaknya dia pikir itu bisa membuat dia kehilangan ingatannya.

PLETAK!

Nining kaget setengah hidup. Menyadari kepalanya sakit seperti ada yang menjitak, diapun menoleh ke belakang. Sekejap matanya menyapu area kamar yang tersisa di belakangnya. Tidak ada siapa-siapa. Tapi jitakan itu benar-benar nyata, sakitnya saja masih terasa sampai sekarang. Nining mulai gelisah, bulu kuduknya berdiri dan dia mulai ketakutan. Dipandangnya lagi cermin retak yang satu-satunya ada di kamar itu, beberapa menit kemudian dia menangkap ada suatu pemandangan yang aneh. Ada perempuan berwajah keriput sedang menangis di tepi kasurnya. Dia terisak sambil mengusap wajahnya.

Nining tercengang. Kedua sisi kakinya mulai bergetar, bahkan dia sampai lupa bagaimana caranya untuk menutup mulut. Nining menoleh dengan cepat ke belakang untuk membuktikan bahwa dia sedang berhalusinasi. Tidak ada siapa-siapa. Dia memberanikan diri menatap cermin itu lagi, dan seperti tadi, perempuan itu masih ada di sana. Tetap menangis dan sekarang malah meraung. Bayangan perempuan berwajah keriput itu bergerak mendekati cermin. Seperti ada lem yang kuat merekatkan telapak kaki Nining dengan lantai kamar, dia tidak bisa bergerak.

Kenapa perempuan berwajah keriput itu mirip dengan wajahku? Batinnya di sela-sela rasa takut.

Perempuan di cermin mirip sekali dengan wajah Nining. Siapa perempuan yang mirip denganku ini? Kenapa dia menangis? Apakah itu aku diumur delapan puluh tahun nanti? Nining bertanya kepada dirinya sendiri tapi belum menemukan jawabannya.

Di tengah kebingungannya, perempuan berwajah keriput itu berhenti menangis kemudian melotot ke arah Nining. Nining ketakutan dan lantas menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Badannya bergetar hebat, Nining mulai menangis lagi, meraung menyaingi tangisan perempuan berwajah keriput itu.

“Diam!” perempuan berwajah keriput itu membentak Nining dengan suara yang bergetar. Nining kaget dan langsung berhenti menangis, dia tidak mengubah posisi telapak tangannya yang menutupi wajahnya. “Kerjaanmu menangis saja. Tiap hari menangis, dan selalu mengeluh.” suara perempuan berwajah keriput itu kini melengking.

“Ka… kau… si… apa?” Nining bertanya terbata-bata sambil mengintip dari sela jari-jarinya.

“Aku adalah dirimu diumur 30 tahun. Hahahahaha.” perempuan berwajah keriput tertawa menjerit. Pemandangan menjijikkan ketika Nining melihat perlahan-lahan mulut perempuan itu tertawa dengan mulut yang terbuka lebar sampai mengeluarkan darah di kedua sudut bibirnya. “Beginilah aku jadinya, itu semua karena kau! Aku begitu cepat menjadi keriput karena kau! Kau yang selalu menangis dan mengeluh! Kau! Kau!”

Tiba-tiba Nining merasakan pukulan di wajahnya. Karena terkejut, terbelalaklah matanya dan melihat seorang perempuan berkonde sedang memegang seikat sayur sawi berdiri di depannya.

“Nduk, nduk, kerjaanmu tidur saja. Bangun, bantu ibu memasak!”

Nining memegangi wajahnya yang basah karena keringat, masih bisa diingatnya pemandangan wajah perempuan berkeriput tadi. Ternyata semuanya cuma mimpi. Dia menghela nafas berkali-kali kemudian segera bangkit dari atas kasur dan langsung menarik tangan ibunya. “Ayo, Bu, Nining bantu. Nining janji ngga akan menyusahkan ibu, apapun yang ibu suruh akan Nining kerjakan, tanpa mengeluh,” ucap Nining dengan senyum malu-malu.

Ibunya cuma bisa terpelongo dan menepuk kepala Nining sekali lagi dengan seikat sawi yang dipegangnya tadi.

Loketz Syair


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa berbagi ya sob