Alkisah di suatu pulau
kecil, tinggallah berbagai macam benda-benda abstrak. Ada Cinta,
Kesedihan, Kekayaan, Kegembiraan, dsb. Mereka hidup berdampingan dengan
baik. Namun suatu ketika, datang badai menghempas pulau kecil itu, dan
air laut tiba-tiba naik, akan menenggelamkan pulau tersebut. Semua
penghuni mulai cepat-cepat berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
Cinta mulai kebingungan, karena ia tidak
dapat berenang dan tidak memiliki perahu. Ia berdiri di tepi pantai
untuk mencoba mencari pertolongan. Sementara itu, air makin naik
membasahi kaki cinta.
Tak lama kemudian, Cinta melihat Kekayaan
sedang mendayung perahu. “Kekayaan, Kekayaan, tolong aku”, teriak
Cinta. “Aduh maaf cinta, perahuku telah penuh dengan harta bendaku. Aku
tidak dapat membawamu, nanti perahuku tenggelam. Lagipula tidak ada lagi
tempat bagimu di perahu ini”, kata Kekayaan. Lalu kekayaan kembali
bergegas mendayung perahunya untuk pergi. Cinta merasa sedih sekali.
Namun kemudian Cinta melihat Kegembiraan lewat dengan perahunya.
“Kegembiraan, tolong aku”, teriak Cinta. Namun Kegembiraan terlalu
gembira karena ia dapat menemukan perahu, sehinga ia tidak mendengar
teriakan Cinta. Air semakin tinggi membasahi Cinta sampai ke
pinggangnya, sehingga Cinta semakin panik.
Tidak lama kemudian,
lewatlah Kecantikan. “Kecantikan, bawalah aku bersamamu”, pinta Cinta.
“Wah Cinta, lihatlah. Kamu basah dan kotor, aku tidak bisa membawamu
ikut. Nanti kamu mengotori perahuku yang indah ini”, sahut Kecantikan.
Cinta sedih sekali mendengarnya, ia mulai menangis terisak-isak.
Saat itu lewatlah Kesedihan, “Wahai Kesedihan, bawalah aku bersamamu”,
Cinta meminta untuk ikut bersamanya. “Maaf Cinta, aku sedang sedih, dan
aku ingin sendirian saja”, kata Kesedihan sambil terus mengayuh
perahunya. Cinta putus asa, ia merasakan air makin naik dan akan
menenggelamkannya.
Pada saat itu terdengar suara, “Cinta, mari
cepat naik ke perahuku”. Cinta menoleh ke arah suara tersebut, dan
melihat seorang tua dengan perahunya. Dengan cepat-cepat Cinta langsung
menaiki perahu tersebut tepat sebelum air menenggelamkannya.
Di
pulau terdekat, orang tua tersebut menurunkan Cinta dan segera pergi.
Pada saat itu barulah ia sadar bahwa ia sama sekali tidak mengetahui
siapakah orang tua yang telah memberi pertolongan sehingga dirinya
selamat. Cinta segera menanyakan pada seorang penduduk di pulau
tersebut, siapa sebenarnya orang tua tadi.
“Pak, siapakah orang
tua tadi??”, tanya Cinta. “Oh, orang tua tadi?! Dia adalah sang waktu”,
kata penduduk. “Tapi mengapa ia menyelamatkanku? Aku tidak mengenalnya,
bahkan teman-teman yang mengenalku pun enggan menolongku”, Cinta heran.
Dan penduduk itu pun menjawab, “Hanya waktulah yang tahu, berapalah nilai yang sesungguhnya dari Cinta itu”.
By : Andy Febrian
http://www.facebook.com/Arunthelau
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Cinta dan Waktu"
Posting Komentar